Rabu, 22 April 2020

Ringkasan: Bab Aktor Perencanaan Bahasa

Aktor Perencanaan Bahasa

Oleh Shouhui Zhao

Pengantar

Perencanaan dan kebijakan bahasa (LPP) dipelopori oleh kerangka Haugen tahun 1966 dicirikan dengan model matrik dua dimensi empat kategori dengan dikotomi perencanaan status berbanding korpus. Bahasa dapat direncanakan melalui kebijakan amanat bangsa dengan fokus spesial pada perubahan bentuk bahasa (misalnya, kodifikasi seperti pengrafikan, penataan bahasa dan pembentukan kata/leksikon) untuk perencanaan korpus, dan fokus pada fungsi pengolahan (misalnya, modernisasi istilah, pengembangan gaya bahasa) untuk perencanaan status.

Perkembangan selanjutnya di awal 1990an, dua dimensi tambahan pada kerangka LPP. Pertama adalah pemerolehan bahasa Cooper (1989) atau dimensi perencanaan bahasa dalam pendidikan yang mengembangkan fokus LPP dengan memasukkan pembelajaran dan pengajaran bahasa. Ini diikuti oleh perencanaan wibawa Haarmann (1990), yang sangat signifikan pada saat dia menguji penerapan LPP dari perspektif penerima dan menyatakan bahwa keberterimaan produk LPP dan sikap penerima terhadap produk adalah pertimbangan penting, memberikan peningkatan ke arah yang lebih mendasar, tapi faktor yang kurang jelas di LPP - aspek psikologi dan tindakan manusia dibutuhkan untuk mencapai hasil perencanaan yang diinginkan.

Kaplan dan baldauf (2003) menyarakan dua dimensi lainnya yang dibutuhkan untuk menguji tujuan dan pendekatan LPP, yaitu kegiatan perencanaan dapat jelas atau tidak (eksplisit atau implisit) dan dapat terjadi pada rangkaian kesatuan yang ditandai oleh tiga tingkatan: makro, meso dan mikro. Agen perorangan bisa jadi perspektif yang bermanfaat untuk menyelidiki dampak perencana bahasa pada efektifitas LPP.

Asal Usul dan Kategorisasi Aktor: Menuju Agen Individu

Walaupun menjadi salah satu bidang utama penelitian LPP dalam kaitannya pemastian kesuksesan perencanaan bahasa, aktor sebelumnya hanya mendapatkan perhatian sporadis oleh peneliti, ketika bidang ini mulai mempunyai bentuk. Usaha serius di awal mula munculnya isu aktor dimulai dari sekumpulan artikel oleh Rubin dkk tahun 1977. Isu yang dibawa adalah Hebrew Academy dan Perencanaan Bahasa di India yang berkenaan dengan peran, sikap kerja dan tugas yang ditemuka di berbagai organisasi LPP dibawah pemerintah, kualifikasi pendidikan dan latar belakang individu organisasi. Baldauf (1982) adalah salah satu cendikiawan yang menandai pentingnya aktor dalam karyanya tentang American Samoa. Cooper (1989) melakukan usaha serius pertama untuk melihat aktor dari perspektif perorangan. Meminjam konsep dari pembuat kebijakan dalam ilmu politik, dia membedakan 3 bagian aktor:

·         Para elit formal yang mempunyai kekuasaan untuk membuat kebijakan - presiden, pemerintah, senator, wakil kongres, kepala eksekutif pelaksana, kepala sekolah, guru dan seterusnya;

·         Orang-orang yang berpengaruh dalam masyarakat yang mempunyai ketertarikan dalam kebijakan dan melakukan yang terbaik untuk mempengaruhi pembentukan kebijakan.

·          Pihak berwenang: pihak pembuat kebijakan.

Ricento dan Hornberger (1996) membandingkan LPP ke tiga lapisan - nasional/makro (penentu utama), institusional (sekolah, LSM, media, lembaga), dan interpersonal - mendiskusikan tingkat dimana lapisan tersebut terlibat dalam perkembangan dan penerapan LPP.

Mendiskusikan bagaimana LPP berhubungan secara umum dengan perencanaan pemerintah, Kaplan dan Baldauf (1997) melihat LPP sebagai subkateogri dari perencanaan pengembangan SDM. Mereka membagi aktor menjadi empat kategori, yaitu agen pemerintah, agen pendidikan, organisasi non pemerintah dan organisasi lainnya yang naturalnya dari atas ke bawah (top-down). Cooper (1989) menjumlah dua belas pengertan LPP yang dijelaskan kembali oleh Grin (2003) sebagai sistematis, rasional, usaha berbasis teori pada tingkat masyarakat untuk merubah lingkungan linguistik dengan pandangan untuk meningkatkan kesejahteraan. Hal ini biasanya dilakukan oleh badan resmi atau sepadan dan ditujukan untuk sebagian atau seluruh populasi yang berada di wilayah hukum mereka.

Sejak tahun 1990, model dominan literatur penelitian LPP telah ditentang ketika peneliti LPP mulai menguji penerapan LPP dari perspektif penerima. Shingga tahun 1989 Cooper mendefinisikan perencanaan bahasa sebagai usaha cermat untuk mempengaruhi tindakan lainnya mengenai pemerolehan, susunan, atau alokasi fungsional dari kode bahasa mereka.

Ager (2001) mengidentifikasi tiga kategori aktor utama dalam pembentukan kebijakan: perorangan sebagai penguasa yang kuat dan pemimpin opini, kelompok elit, dan negara. Van Els (2005) mengamati bahwa dalam pemebntukan kebijakan pengajaran dan pembelajaran bahasa kedua nasional, daripada otoritas sekolah, otoritas wilayah dan atau lokal, inspektorat sekolah, dan pemerintah nasional, agen penentu keputusan paling jelas adalah siswa, orang tua atau pengasuh, dan guru. Liddicoat dan Baldauf (2008) menyatakan bahwa tidak ada kebijakan makro dapat diberlakukan langsung dan tanpa perubahan ke konteks lokal. Orang-orang yang termasuk dalam tingkat mikro meliputi:

·         Perorangan yang bekerja untuk menghidupkan kembali atau mempromosikan penggunaan bahasa;

·         Organisasi bahasa yang berperan penting pada LPP lokal untuk komunitas kecil;

·         Institusi resmi, yang tidak seharusnya di bidang bahasa; dan

·         Kelompok pendidikan komunitas, yang mungkin berperan penting.

Peran Aktor dalam Penerapan Tujuan Perencanaan Bahasa

Zhao dan Baldauf (2008) mengkategorikan agen aktor ke dalam empat tipe:

1.      Orang dengan kekuasaan. Orang-orang yang menjabat di kedinasan. Pengaruh mereka pada tubuh LPP dari kekuaatan hukum, secara resmi atau de facto.

2.      Orang dengan keahlian (ahli linguistik dan linguistik terapan, ilmuwan, ara ahli, dan orang-ornag yang sangat profesional di bidang mereka, yang ikut serta dalam LPP.

3.      Orang yang berpengaruh (elit sosial, cendikiawan, ilmuwan yang tidak berhubungan dengan LPP, penulis terkenal, pemimpin agama, pebisnis, seniman, pengacara HAM, atau kelompok ad hoc dan seterusnya.

4.      Orang yang berkepentingan (masyarakat kalangan umum yang secara tidak langsung ikut serta dalam pengambilan keputusan penggunaan bahasa).

Zhao dan Baldauf (2008) membentuk lima tingkat langkah sejajar untuk mencapai tujuan perencanaan, yang dinamai I-5.

1.      Inisiasi. Masalah harus ditampakkan dan politikus percaya bahwa masalah membutuhkan perhatian dan berharga untuk diatasi. LPP bertujuan untuk meluruskan permasalahan bahasa dengan kepentingan politik.

2.      Keikutsertaan. Sejalan dengan perencanaan korpus haugen (1983) keikutsertaan berarti partisipasi dalam langkah kodifikasi dan penjabaran.

3.      Pengaruh. Tahap ini berhubungan dengan perencanaan wibawa Haarmann (1990). Wibawa sebelunya tidak menekankan tahapan, merupakan tahap mandiri dari keempat tahap karena tidak berdasarkan aktivitas di lingkup perencanaan korpus dan status. Di dalam perencanaan, wibawa bergerak sendiri.

4.      Campur tangan. Ini terjadi ketika perencanaan membelok dari wacana atau ketidaksesuaian selama penerapan, baik penyesuaian positif karena masalah yang muncul membutuhkan mediasi, atau negatif karena campur tangan politik.

5.      Penerapan. Tahapan eksekusi dari keputusan dilabeli perencanaan status dan pengolahan bahasa di dalam kerangka Haugen (1983). Tahap penerapan lebih cenderung dengan prses daripada pengambilan keputusan.

Tahapan tersebut tidak mempunyai batasan yang jelas ataupun membutuhkan alur logika menimabng situasi terkini tidaklah selalu sama dan statis.

Aktor di Empat komponen klasik LPP

Model I-5 mengenalkan kategori baru untuk aktor dan komponen LPP, paparan berikut fokus pada elemen aktor menggambarkan bagaiman keempat aktor saling bekerja dengan komponen klasik, yaitu perencanaan status, perencanaan korpus, perencanaan pemerolehan dan perencanaan wibawa, dengan tujuan mengidentifikasi pola atau tendensi spesifik ke kelompok tersebut.

Aktor di Perencanaan Status

Ketika sebuah negara baru merdeka, para pencetus melakukan perencanaan status (inisiasi) untuk menentukan bahasa sebagai sistem komunikasi terpusat. Isu bahasa banyak didiskusikan dan diperdebatkan oleh orang-orang berpengaruh dan berkeahlian. Baldauf dan Kaplan (2003) menunjukkan kasus Jepang yang memperlihatkan betapa beresikonya perubahan tanpa konsultasi dengan para ahli. Kebijakan bahasa Inggris sebagai bahasa kedua resmi Jepang ditinggalkan ketika Keizo Obuchi meninggal di tahun 2000 karena ketiadaan peran ahli bahasa di dalamnya.

Aktor dalam Perencanaan Korpus

Perencanaan korpus utamanya berkenaan dengan linguistik dan bagian dalam bahasa sehingga membutuhkan keahlian teknis yang secara eklusif diisi oleh ahli bahasa terapan dan para professional LPP, walapun tidak menutup kemungkinan para pemangku kepentingan juga terlibat didalamnya. Seperti misalnya pada penyederhanaan huruf China (324 huruf) oleh pemerintahan partai nasional.

Aktor di Perencanaan Bahasa dalam Pendidikan

Kaplan dan Baldauf (2003) percaya bahwa delapan proses kebijakan adalah elemen kunci kesuksesan penerapan program bahasa. Proses tersebut adalah kebijakan akses, kebijakan personal, kebijakan kurikulum, kebijakan bahan dan metode, kebijakan sumber daya, kebijakan komunitas, kebijakan evaluasi, dan kebijakan guru.

 Pendidikan bahasa adalah domain yang paling rentan untuk perencanaan, dimana guru adalah produk kebijakan dan siswa sebagai penerima paket tersebut. Haugen (1983) mengatakan bahwa sepanjang kelompok elit dapat memonopoli pendidikan, penerapan menjadi relatif mudah. Pemangku kepentingan dalam pendidikan bahasa adalah otoritas pendidikan, pegawai pendidikan, ahli pengembang kurikulum, dan ahli linguistik pendidikan. Inovasi dalam pedagogi dan pembelajaran beberapa bahasa menjadi pertimbangan kedua dalam perencanaan bahasa dalam pendidikan. Guru dan pemerintah lokal diberikan otonomi untuk dapat menjadi peserta yang aktif. Pengajaran luar sekolah dapat berperan dalam tujuan kerjasama (perekanan), promosi, dan komersial, khususnya dalam kebijakan akses. Contoh dari Cooper (1989) ketika mentri Israel menghilangkan Bahasa Inggris dari kurikulum di tiga tingkat pertama sekolah dasar karena dapat ditalangi oleh pengajaran non-mainstream sekolah, kebijakan diserahkan kepada orang tua. Penyebab lainnya adalah karena ketidakcukupan finansial. Akan tetapi, orangtua percaya bahwa kebutuhan untuk menguasai bahasa Inggris di pendidikan tinggi sangatlah penting, sehingga mereka meminta adanya pengajaran Bahasa Inggris di tingkat bawah.

Kebijakan akses dibuat oleh pemerintah atau bagian pendidikannya untuk mencukupi kebutuhan sosial, ekonomi, dan politik. Namun, dalam beberapa kondisi, orang-orang dengan kepentingan dapat terlibat dalam kebijakan seperti yang dijelaskn Pakir (1994) yang disebut perencana tak terlihat (invisible planners) di Singapura. Hilangnya sekolah menengah Cina di Singapura adalah hasil keputusan invisble planners. Pemerintah Singapura mengumumkan pembentukan sekolah berbasis Cina jika memang ada permintaan yang memadai.

Aktor di Perencanaan Wibawa

Berdasarkan Teori Percontohan Bem (1970), tindakan linguistik mewakili penduduk yang berpengaruh dan elit sosial berfungsi sebagai titik acuan seluruh masyarakat. Gaya berbahasa yang dipraktikkan oleh tokoh publik menciptakan model berstatus tinggi yang akan diikuti, sehingga menghasilkan peniruan spontan dan penyebarluasan yang cepat. Kaplan dan Baldauf (2003) mencatat ada di Indonesia bahwa penggunaan bahasa kreatif dari orang yang paling karismatik, Sukarno, membentuk norma penggunaan berterima untuk bahasa nasional.

Issu Utama Aktor: Konflik antara Aktor dan yang Terlibat

Aktor dapat berperan di tingkat makro, meso, dan mikro secara terselubung atau terbuka. Konflik yang terjadi antara aktor dan orang-orang yang terlibat adalah hal yang lumrah dalam kegiatan LPP. Bahkan, usaha LPP biasany dimulai karena adanya konflik sehingga memaksa perencanaan bahasa. Fishman (2973) menekankan bahwa perencanaan bahasa menjadi lebih sulit karena menyangkut nilai kemanusiaan, emosi, dan kebiasaan dibandingkan dengan perencanaan komoditas ekonomi misalnya.

Konflik diatara Aktor

Konflik antar aktor seringkali didasarkan pada kepentingan fraksi/kelompok/partai politik yang kadangkala sampai ke tindakan anarki. Hal ini sangat mungkin terjadi karena anggota legislatif yang ikut serta dalam menentukan kebijakan mengedepankan kepentingan fraksi baik secara wilayah maupun ekonomi.

Tensi Hubungan antara Perencana dan Pengguna

Tensi hubungan antar perencana dan pengguna bisa mengarah ke bencana sosia ketika isu SARA ikut serta. Contohnya pergerakan anti-Hindi yang mengakibatkan peristiwa berdarah dalam konflik perencanaan bahasa. Lainnya, kesalahan dalam kebijakan bahasa Udu di Bengali 1952 yang mengakibatkan perpecahan negara menjadi Pakistan dan Bangladesh.

Konflik yang terjadi antara aktor dan populasi target karena adanya pemurnian bahasa. Banyak contoh kasus yang menunjukkan kekurang toleranan terhadap variasi bahasa atau usaha yang berlebihan dalam konteks kultural dan sosial yang kompleks dan tajam. Salah satu bentuk konflik ekstrem antara aktor dan pengguna adalah tuntutan bahasa melalui hukuman fisik dan penghinaan publik. Yang akhirnya menyebabkan penghilangan bahasa lokal di sekolah. Tiga kasus yang diakibatkan dari konflik aktor dan pengguna adalah bahasa Inggris “Welsh Not”, Bahasa Cina “Dunce Board” dan Bahasa Spanyol “Basque Stick”. Di “Welsh Not” and “Dunce Board”, anak-anak yang menggunakan bahasa terlarang tersebut dihukum dengan mengenakan papan yang dikalungkan di leher.

Tensi Hubungan antara Perencana dan Klien

Tanggungjawab aktor adalah menjelaskan penyelesaian terbaik untuk mencapai tujuan perencanaan, sedangkan tanggungjawab klien (untuk siapa perencana bekerja) adalah menerapkan penyelesaian ini. Bentuk lain dari tensi hubungan adalah yang dijelaskan Kaplan dan Baldauf (1997) yang disebut dnegan “abuse of agency”agency merujuk klien. Informasi “yang tidak diinginkan” seringkali dipinggirkan atau dihilangkan di banyak kasus otoritas sebenarnya tidak mau saran mandiri sesuai dengan analisis cermat situasi/adat, jika hasil dari analisis tersebut tidak sesuai dengan gagasa  prasangka tentang situasi bahasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar